Faktor Penyebab Kemunduran Islam
Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam
kini kita perlu mengkaji sebab-sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu
kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan,
kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak dapat
dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah
organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat
sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa
dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya
– yang secara umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal – berkaitan
erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu
dan kemudian faktor internalnya.
Untuk menjelaskan faktor penyebab
kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara
khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus
bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb:
1. Faktor ekologis dan alami
Kondisi tanah di mana negara-negara Islam
berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak
terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka
untuk bergantung kepada sungai-sungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris.
Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang
miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari serangan luar. Faktor
alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir,
Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun
1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya
pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang
mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap
serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang terus
menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu
bisa menjadi terget invasi pihak luar.
2. Faktor eksternal.
Faktor eksternal yang berperan dalam
kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga
1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. “Perang Salib”, menurut
Bernard Lewis, “pada dasarnya merupakan pengalaman pertama imperialisme barat
yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama
sebagai medium psikologisnya.” Sedangkan tentara Mongol menyerang negara-negara
Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia
(1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan
serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah
berakhir.
3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional
dan munculnya kekuatan Barat
Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara
kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India
ia menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis
juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negara-negara Islam. Di saat itu
kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah memudar. Akhirnya
pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir abad ke 16
Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam dunia
perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa
Eropa telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah
kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta,
jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk
Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh
kualitas yang tinggi.
Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul
sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban
kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan
berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat.
Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara
Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke
Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya
kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan
negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian
pula kebanyakan negara-negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia
Kedua kebanyakan negara-negara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan
kolonialisme masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang
selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat
dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik divide et impera sehingga
konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negara-negara Islam
terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.
Itulah di antara faktor-faktor eksternal
yang dapat diamati. Namun analisa al-Hassan di atas berbeda dari analisa Ibn
Khaldun. Bagi Ibn Khaldun justru letak geografis dan kondisi ekologis
negara-negara Islam merupakan kawasan yang berada di tengah-tengah antara zone
panas dan dingin sangat menguntungkan. Di dalam zone inilah peradaban besar
lahir dan bertahan lama, termasuk Islam yang bertahan hingga 700 tahun, India,
China, Mesir dll. Menurut Ibn Khaldun faktor-faktor penyebab runtuhnya sebuah
peradaban lebih bersifat internal daripada eksternal. Suatu peradaban dapat
runtuh karena timbulnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa dan masyarakat
menerapkan gaya hidup malas yang disertai sikap bermewah-mewah. Sikap ini tidak
hanya negatif tapi juga mendorong tindak korupsi dan dekadensi moral. Lebih
jelas Ibn Khaldun menyatakan:
Tindakan amoral, pelanggaran hukum dan
penipuan, demi tujuan mencari nafkah meningkat dikalangan mereka. Jiwa manusia
dikerahkan untuk berfikir dan mengkaji cara-cara mencari nafkah, dan untuk
menggunakan segala bentuk penipuan untuk tujuan tersebut. Masyarakat lebih suka
berbohong, berjudi, menipu, menggelapkan, mencuri, melanggar sumpah dan memakan
riba.Tindakan-tindakan amoral di atas menunjukkan hilangnya keadilan di
masyarakat yang akibatnya merembes kepada elit penguasa dan sistem politik.
Kerusakan moral dan penguasa dan sistem politik mengakibatkan berpindahnya
Sumber Daya Manusia (SDM) ke negara lain (braindrain) dan berkurangnya pekerja
terampil karena mekanimse rekrutmen yang terganggu. Semua itu bermuara pada
turunnya produktifitas pekerja dan di sisi lain menurunnya sistem pengembangan
ilmu pengertahuan dan ketrampilan.
Dalam peradaban yang telah hancur,
masyarakat hanya memfokuskan pada pencarian kekayaan yang secepat-cepatnya
dengan cara-cara yang tidak benar. Sikap malas masyarakat yang telah diwarnai
oleh materialisme pada akhirnya mendorong orang mencari harta tanpa berusaha.
Secara gamblang Ibn Khaldun menyatakan:
..mata pencaharian
mereka yang mapan telah hilang…. jika ini terjadi terus menerus, maka semua
sarana untuk membangun peradaban akan rusak, dan akhirnya mereka benar-benar
akan berhenti berusaha. Ini semua mengakibatkan destruksi dan kehancuran
peradaban.
Pada Intinya, dalam pandangan Ibn Khaldun,
kehancuran suatu peradaban disebabkan oleh hancur dan rusaknya sumber daya
manusia, baik secara intelektual maupun moral. Contoh yang nyata adalah
pengamatannya terhadap peradaban Islam di Andalusia. Disana merosotnya
moralitas penguasa diikuti oleh menurunnya kegiatan keilmuan dan keperdulian
masyarakat terhadap ilmu, dan bahkan berakhir dengan hilangnya kegiatan
keilmuan. Di Baghdad keperdulian al-Ma’mun, pendukung Mu’tazilah dan
al-Mutawakkil pendukung Ash’ariyyah merupakan kunci bagi keberhasilan
pengembangan ilmu pengetahuan saat itu.
Jatuhnya suatu
peradaban dalam pandangan Ibn Khaldun ada 10, yaitu:
1) Rusaknya moralitas penguasa
2) Penindasan penguasa & ketidak adilan
3) Despotisme atau kezaliman
4) Orientasi kemewahan masyarakat
5) Egoisme
6) Opportunisme
7) Penarikan pajak secara berlebihan
8) Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan
ekonomi rakyat
9) Rendahnya peran masyarakat terhadap agama
10) Penggunaan pena & pedang secara tidak
tepat.
Kesepuluh poin ini lebih mengarah kepada
masalah-masalah moralitas masyarakat khususnya penguasa. Nampaknya, Ibn Khaldun
berpegang pada asumsi bahwa karena kondisi moral di atas itulah maka kekuatan
politik, ekonomi dan sistem kehidupan hancur dan pada gilirannya membawa dampak
terhadap terhentinya pendidikan dan kajian-kajian keislaman, khususnya sains.
Menurutnya “ketika Maghrib dan Spanyol jatuh, pengajaran sains di kawasan Barat
kekhalifahan Islam tidak berjalan.” Namun dalam kasus jatuhnya Baghdad, Basra
dan Kufah ia tidak menyatakan bahwa sains dan kegiatan saintifik berhenti atau
menurun, tapi berpindah ke bagian Timur kekhalifahan Baghdad, yaitu Khurasan
dan Transoxania.
KEMUNDURAN ISLAM
ERA SEKARANG
Terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab kemunduran dan kemerosotan umat Islam pada era sekarang yang telah
dikemukakan oleh beberapa ahli. Di antaranya Amir Syakib Arsalan dalam kitabnya
Limadzaa Ta’akkhara al-Muslimuuna Wa Limaadzaa Taqaddama al-Ghayruuna. Dengan
tegas beliau mengemukakan beberapa faktor penyebab yang terbesar dan terpenting
sebagai faktor kemunduran umat Islam, yaitu:
1. Kebodohan
Kebodohan inilah yang menyebabkan umat
Islam mudah sekali dibohongi dan diombang-ambingkan, sebab tidak bisa
membedakan mana yang merugikan dan mana yang menguntungkan
2. Kerusakan Budi Pekerti
Umat Islam telah kehilangan perangai
sebagaimana yang telah diperintahkan oleh al-Qur’an, akhlaq mulia
yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat serta salaf
al-Shalihin. Budi pekerti mulia sungguh sangat besar peranannya dalam rangka
membangun umat dan bangsa. Dalam pada itu, Syauki Beik telah mengingatkan:
”sesungguhnya umat-umat itu tidak lain melainkan budi pekerti. Selama budi
pekerti itu tetap ada pada sebuah umat maka umat itu tetap ada, dan jika budi
pekerti itu lenyap maka mereka pun ikut lenyap.”
3. Kebejatan Moral dan kerusakan budi pekerti
para pemimpinnya.
Munculnya pemimpin diktator dan otoriter
yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat dan mengutamakan kepentingan
pribadi daripada kepentingan rakyat dan menumpas golongan/ kelompok yang ingin
meluruskan perbuatan mereka
4. Sikap penakut dan pengecut
Dahulu, umat Islam terkenal sebagai umat
pemberani, dapat mengalahkan musuh yang berlipat ganda jumlahnya. Namun
sekarang, uamt Islam dilandasi rasa takut, dan rasa takut itulah yang
menyebabkan umat Islam menjadi penakut dan pengecut.
Menurut Lotrop Stodart dalam bukunya ”the
New World of Islam” telah mengemukakan beberapa faktor penyebab kemunduran umat
Islam yang secara ringkas dapat diurai berikut ini:
a. Kambuhnya rasa permusuhan di kalangan umat
Islam;
b. Rusaknya ajaran Islam, akibatr dari
bermacam-macam penafsiran yang menyimpang sari esensi ajaran Islam
c. Sikap jumud/beku yang dialamai umat Islam,
dengan menyelubungi ketauhidan yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
dengan khurafat dan faham kesufian
d. Merosotnya akhlak dan kehormatan diri.
Dalam
kenyataan yang ada pada saat ini, kita lihat dan rasakan upaya-upaya untuk
memundurkan umat Islam yang dilakukan dengan serius dan sistematik, yaitu di
antaranya dengan jalan:
1. Menjauhkan umat Islam dari al-Qur’an
2. Menghancurkan akhlak umat Islam
3. Memecah belah persatuan & kesatuan umat
Islam
4. Menanamkan keraguan terhadap ajaran Islam
5. Merintangi kemajuan umat Islam.
Hal-hal di atas merupakan faktor-faktor
penyebab bagi kemunduran umat Islam menurut beberapa ahli yang akibatnya umat
Islam diremehkan dan tidak lagi disegani oleh umat lain. Umat Islam menduduki
peringkat bawah dan hanya sebagai pengikut, bukan sebagai pemimpin, sehingga
mudah sekali dikendalikan dan diombang-ambingkan, dan pada gilirannya satu sama
lain mudah diadu domba. Inilah yang mengakibatkan umat Islam berantakan, tidak
sempat mengejar ketertinggalan.
Sumber : Karmilawati , dkk (2012). Sejarah Kemunduran Peradaban Islam. http://fitrinurfitriani.blogspot.com/2012/03/sejarah-kemunduran-peradaban-islam.html . 15 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Satu lagi sebab kemunduran kita Bung, bukan hanya islam, kita masih terlalu memegang teguh budi pekerti yang berlandaskan kitab, bukan budi pekerti dan ahlak universal yang lebih toleran, ini tidak saja terjadi di kalangan muslim tapi di kalangan umat lain yang sudut pandangnya berdasarkan egosentris dan tidak pernah mau merubah sudut pandang dari sisi universal yang dinamis dan obyektif
BalasHapusBenar juga
Hapus